Kalau ditanya mulai kapan suka
minum kopi, mungkin dari kecil. Papa kebetulan penggemar kopi, muai dari kopi
hitam, kopi susu sampai kopi yang dicampur durian. Setiap pagi Mama selain
menyiapkan sarapan, beliau tak lupa bikin kopi untuk Papa. Saya biasanya iseng
mencicip satu dua seruput secara diam-diam, ups, jangan ditiru. Kalau ditanya
kapan saya mulai punya ketertarikan sendiri dengan kopi non-instan & coffee shop, mungkin sejak 2004/2005.
Tahun 2004/2005 saya mulai hijrah ke Yogyakarta untuk menempuh bangku kuliah.
Saat itu istilah cafe/coffeeshop
masih baru, maklum di Jambi (kampung halaman saya) pada saat itu hanya ada
kedai kopi tradisional sekaligus tempat sarapan.
Suatu hari sepulang latihan
paduan suara, saya menyusuri jalan kaliurang dan mengagumi satu tongkrongan
yang dari luar tampak mewah, tempat itu bernama Coffee Break (sekarang sudah tutup). Saya iseng mampir masuk,
memesan satu menu minuman, buka laptop dan langsung menulis beberapa postingan
blog memanfaatkan fasilitas wifi gratis, mumpung gratis. Saya jatuh cinta
seketika dengan suasana dan yang pasti dengan kopi. Namun sayang, dulu harus
berfikir 2-3 kali jika hendak kesini, maklum harga minuman agak kurang sesuai
dengan kantong mahasiswa.
Tahun 2006 saya berkesempatan
untuk jadi sutradara & penulis skenario sebuah film pendek, produk tahunan
dari club film yang saya ikuti. Film pendek itu bertema & berjudul Kopi.
Singkat cerita hampir 90% proses shooting dilakukan di sebuah cafe di Jalan
Solo. Entah kebetulan atau memang jodoh, proses disini gratis. Selain itu owner cafe ini sangat baik dan semua crew dapat suguhan racikan kopi gratis.
Saya pribadi sempat mengobrol dengan owner
tentang kopi dan espresso machine.
Saya makin jatuh cinta dengan kopi.
Tahun-tahun terakhir kuliah,
kopi baik instan maupun berupa bubuk kopi jadi teman baik dalam menyelesaikan
skripsi. Ada satu paragraf kata pengantar yg secara khusus saya tuliskan ucapan
terima kasih, atas jasa kopi.
Tahun 2009 saya hijrah ke
Jakarta untuk kerja. Rasa ketertarikan saya dengan kopi ternyata menemukan
‘rumahnya’. Jakarta punya banyak coffee
shop, baik yang merupakan produk waralaba seperti Starbucks, maupun yang
independent. Kadang saya memilih untuk menghabiskan weekend dengan duduk santai di coffee
shop. Kadang coffee shop juga
dijadikan meeting point untuk urusan
pekerjaan atau urusan lain. Mulai terbiasa dengan minum kopi, namun saya jenuh
dengan ritual minum kopi. Saya ingin lebih jauh tau tentang kopi. Berbagai
artikel tentang kopi didapatkan dari majalah, blog dan website (terutama
cikopi.com) makin menusik keingin-tahuan tentang kopi. Hal ini berlanjut dengan
kalau sedang dalam perjalanan dinas, saya sempatkan untuk mampir ke kedai kopi
setempat.
Tahun 2013 tepatnya bulan
Oktober, karena jenuh dengan rutinitas di kantor, saya menghabiskan cuti 3 hari
untuk melakukan eksplorasi coffee shop
di Singapura, seperti postingan sebelum ini. Rasa seru ketika bisa menemukan
perbedaan & banyak hal baru dari biji kopi, suasana coffee shop, 1001
teknik pengolahan biji kopi, membuat saya lagi lagi makin jatuh cinta dan
pastinya penasaran dengan ‘kopi’.
Kurang puas dengan jadi kutu
loncat dan icip-icip resep kopi dari satu tempat ke tempat lain, saya punya
keinginan untuk belajar tentang kopi. Saya tertarik membeli buku The Blue Bottle Craft of Coffee: Growing,
Roasting and Drinking with Recipes
yang ditulis oleh James Freeman & Caitlin Freeman, dua orang dibalik
kesuksesan Blue Bottle Coffee Company.
Dari buku ini, kesimpulan yang didapat : saya harus terjun praktek atau istilah
gampangnya, cari kursus untuk (minimal tahu sedikit) menjadi barista, barista course. Di Indonesia atau
Jakarta secara khusus belum begitu banyak tempat yang memfasilitasi hal ini.
Sejauh hasil googling, saya menemukan 3 tempat yang rutin mengadakan kelas
setiap bulan. Dari 3 tempat ini saya akhirnya memilih Esperto Barista Course.
Cuti 3 hari sudah di tangan, tiket pesawat Jambi-Jakarta PP sudah tersimpan di handphone, hotel sudah dipesan via
agoda. Saya siap ikut basic short course
selama 3 hari, 20-22 Februari 2014 di Jakarta.
Saya tiba 30 menit lebih
awal di Wisma Geha tempat kursus diadakan, baru ada sekitar 3 orang yang duduk
di meja depan sambil mengisi formulir. Jam 10.30 semua peserta berjumlah total
12 orang berkumpul dan langsung menuju ruangan. Kelas dimulai dengan perkenalan
standar antara peserta & pengajar. Awalnya saya pikir peserta paling jauh
adalah saya, dari Jambi, ternyata ada juga yang berasal bukan dari Jakarta. Ada
pengusaha cafe dari Kendari, pelaut
yang sedang off duty dari Kendari,
pengusaha biji kopi dari Jember, pemilik cafe
pinggir jalan dengan harga bersahabat dari Jember dan eks pegawai perusahaan
minyak yang memilih untuk jadi barista
di Bogor. Peserta dari Jakarta pun datang dari profesi yang beragam: dokter
gigi, banker, arsitek, calon pemilik coffee shop bahkan mahasiswa. Bisa
dibayangkan orang dari berbagai daerah & profesi berkumpul di satu ruangan,
memenuhi keingintahuan tentang kopi, bisa dibayangkan gimana efek heran
sekaligus takjub yang timbul? Oke saya mulai berlebihan.
Total pengajar inti
berjumlah 2 orang, pak Franky & Rio. Selain itu ada pak Michael yg secara
diam-diam suka mengambil foto selama kelas berlangsung. 4 asisten yang membantu
selama praktek, salah satunya eks barista Monolog dan ada satu mahasiswa asing
yang kebetulan sedang ada di Jakarta dan punya background sebagai barista di
negaranya. Mereka semua sangat ramah dan membantu selama kelas berlangsung,
tidak ada bayangan guru killer dan
dinding pembatas seperti yang sudah akrab dalam proses belajar pada umumnya. Semua pengajar & asisten
bahkan tidak segan untuk berbagi ilmu serta tips khusus versi mereka.
Hari pertama berisi materi
tentang proses pengolahan dari buah kopi sampai menjadi bji kopi siap pakai,
sekilas tentang mesin espresso dan grinder. Setelah makan siang dilanjutkan
dengan praktek yang meliputi: pengenalan langsung mesin espresso, menggiling biji kopi dan bagaimana menghasilkan espresso yang sesuai standar. Sekilas
proses grinding dan espresso ini gampang, tapi ternyata susah
sekali. Ada perbandingan antara waktu dan jumlah espresso yang harus diikuti,
salah pada satu proses berkaitan dengan proses yang lainnya. Praktek hari
pertama ini cukup membuat saya panik dan keringat dingin.
Hari kedua berisi materi dan
praktek tentang membersihkan grinder dan mesin espresso. Setelah makan siang dilanjutkan dengan praktek steam susu (milk frothing). Lagi-lagi saya terkecoh dan mungkin menganggap
proses ini gampang. Ada saatnya pak Rio sedikit mengkhususkan waktunya ke saya
karena saya menemui banyak kesulitas. Ada pula saatnya ketika susu yang saya steam seperti meledak, tumpah berceceran
di lantai. Tapi setelah beberapa kali
dilatih akhirnya bisa juga, walaupun pada saat saya baru bisa, peserta yang
lain sudah lumayan mahir. Saya yang lumayan kompetitif jadi agak berkecil hati,
padahal nggak perlu ya hehe.
Hari ketiga atau hari
terakhir kami diajarkan untuk menggabungkan praktek menggiling kopi, membuat espresso, steam susu dan membuat dua resep dasar, Latte dan Cappuccino.
Selain itu diajarkan langsung secara sekilas tentang latte art. Akhir sesi diadakan tes tertulis dan praktek membuat
satu gelas latte & cappuccino sebagai evaluasi sejauh mana
peserta menangkap proses belajar 3 hari terakhir. Bagaimana dengan latte & cappuccino buatan saya? Sempat panik karena sempat harus 3 kali
merubah setting grinder karena bubuk
kopi yang terlalu halus atau terlalu kasar. Sempat panik kalau susu yang saya
steam bertekstur buruk dan yang terburuk, tumpah. Tapi alhamdulillah semua
berjalan lancar dan saya sempat terkejut karena latte art buatan saya membentuk shape
hati yang lumayan baik.
Saya bersyukur karena berani
nekat jauh-jauh datang ke Jakarta ikut kursus ini, mengingat biaya kursus yang
tidak sedikit, tapi semua terbayar dengan ilmu yang saya dapat. Worth it terlebih satu peserta langsung
pegang satu mesin espresso. Bahan
yang dipakai, baik biji kopi maupun susu, semuanya berkualitas baik. Belum lagi
kami juga diajarkan beberapa metode manual membuat kopi. Selain itu, kami
penggila kopi merasa tidak sendirian karena dapat banyak keluarga baru yang
bahkan lebih gila dari saya. Menyenangkan.
Itulah sedikit pengalaman
saya mengikuti short course ini dan
kecintaan saya akan kopi yang bertambah setelah kursus berakhir. Bukan
bermaksud promosi terselubung, tapi ini memang bentuk kepuasan saya akan hal
yang didapat dari sini, mungkin calon Espertan lain yang ingin tahu lebih
banyak tentang kopi bisa langsung main-main ke website mereka disini.
Have a good day and don’t forget to get a cup of coffee to keep you calm.