Kali ini saya akan cerita tentang
satu impian lama yang ternyata sekarang kesampaian juga, jadi penyiar. Bermula
dari masih kecil, ya dari SD, saya sangat suka dengan musik, radio adalah media
yang lekat dengan hal itu (selain televisi). Sensasi mendengarkan radio juga
berbeda daripada menonton TV. Kita diajak untuk menebak sosok yang menjadi
jembatan antara informasi dan lagu, begitupula dengan rasa bangga yang muncul
ketika lagu yang kita minta diputarkan. Semakin saya sering mendengarkan radio,
semakin ingin rasanya jadi penyiar radio. Berbagai hal norak dilakukan, mulai dari
yang sok merekam suara sampai suka ngomong sendiri selayaknya lagi siaran.
Di Jambi, lulus SMP ada keinginan
saat SMA untuk melamar jadi penyiar, tapi nggak kejadian karena ternyata harus
masuk SMA asrama yang hanya boleh pulang seminggu sekali. Semasa kuliah di
Jogja, keinginan juga masih ada, namun keburu minder karena merasa terlalu ‘cupu’
untuk melamar di radio kota besar. Alhasil nggak berani mencoba sampai lulus
kuliah. Lalu impian itu meredup? Tentu tidak dong. Masih suka mendengarkan
radio? Tentu iya dong.
2009, akhirnya saya mulai bekerja
di Jakarta, yang tadinya hanya bisa
streaming radio besar akhirnya bisa mendengarkan langsung melalui frekuensi
lokal. Impian untuk jadi penyiar makin menjadi-jadi. Mau melamar? Lagi-lagi
mentok di minder tadi.
Mei 2011, saya ditugaskan untuk
kembali bekerja di Jambi. Setelah kurang mengikuti perkembangan tentang radio
disini, akhirnya saya ketemu satu radio yang lumayan cocok dengan selera.
Selera disini maksudnya saya cocok dengan tema, target pendengar, pilihan lagu
dan pola siaran para penyiarnya. Radio ini baru berdiri Februari 2012, Boss
Radio 98,4 FM. Juli 2011 secara tidak sengaja saya mendengar tentang satu iklan
penerimaan penyiar di radio ini. Tanpa basa-basi dalam hati saya bertekad harus
melamar. Mikir pendeknya sih kalo nggak coba sekarang ya kapan lagi, kalau
lolos ya syukur bisa mengisi waktu sepulang dari kantor yang kebanyakan kosong,
kalau nggak lolos ya sudah (walau dalam hati pasti kesal). Dengan niat yang niat
banget, saya lengkapi berkas persyaratan. Tahapan tes: administrasi, tes
tertulis, tes vokal dan wawancara dilakukan. Ada hal lucu saat tes wawancara.
Ternyata program director yang jadi pewawancara adalah penyiar radio favorit
saya waktu masih kecil, dan dia masih inget sama saya, sebagai anak kecil banci
kuis yang sialnya selalu menang. Alhamdulillah, dari 42 pelamar, 4 orang
dinyatakan lolos, salah satunya saya.
Agustus – Oktober 2011 kami
berempat training broadcasting. Selama dua bulan itu saya jadi tahu bahwa
siaran itu nggak hanya cuap-cuap lalu putar lagu. Ada yang namanya pola siaran,
teknik vokal, teknik pemilihan lagu, pola talkshow, teknik mixing sampai
evaluasi siaran. Intinya, jadi penyiar itu nggak segampang yang kita fikirkan,
ada banyak hal yang memang harus dipelajari. Berita gembira lalu datang,
setelah dievaluasi, saya dinyatakan orang pertama yang layak untuk dikontrak,
yang artinya mulai dikasih kepercayaan untuk mulai siaran. Tau gimana rasanya?
Seneng tapi ketakutan. Ya gitu deh pokoknya, campur aduk.
Oktober 2011 – Januari 2012, saya
mulai dilepas siaran walaupun belum dapat jadwal dan program sendiri. Kalau
kata program director-nya sih masih mencari program yang cocok buat saya itu
apa. Sampai kira-kira akhir Januari, saya dapat program sendiri, siaran 3 kali
seminggu dan syukur programnya sesuai dengan harapan. Pertama siaran ajang
curhat, kedua siaran untuk lagu 90an dan terakhir mungkin yang paling
membanggakan, dapat slot untuk malam minggu berformat obrolan santai. Kenapa
membanggakan? Karena ternyata program ini adalah program unggulan di radio ini.
Jadi gimana rasanya setelah
akhirnya siaran? Seneng banget. Saya jadi ingat pertama kali siaran dan pegang
mixer, rasanya terharu sampai bingung mau ngomong apa pas on air. Siaran itu
buat saya adalah cara untuk menghilangkan stress terlebih yang disebabkan oleh
aktivitas sehari-hari. Siaran memungkinkan saya untuk menyusun playlist sesuai
dengan tema dan suasana hati pendengar. Lalu perasaan senang bukan kepalang yang
timbul kalau ternyata ada pendengar yang merespon playlist yang saya susun.
Nggak hanya ingin berpuas diri,
saya makin getol mendengarkan pola siaran radio di kota besar untuk belajar
banyak hal, lalu setiap hari makin rajin membaca apa saja untuk menambah bahan
bridging. Yang paling freak mungkin adalah ketika saya menyusun playlist untuk
didengarkan dalam perjalanan ke kantor, lalu sambil nyetir mulut mulai ngoceh
sendiri seolah lagi siaran.
Sekarang genap 8 bulan siaran. Banyak
yang tanya apa nggak capek weekdays kerja kantoran, lalu malamnya siaran sampai
jam 12 malam? Capek fisik memang iya, tapi begitu ketemu mixer langsung
semangat lagi. Semoga rasa cinta saya terhadap radio nggak berkurang. Semoga
rasa semangat menggebu-gebu menjelang beberapa jam on air masih terus berjaga.
Semoga rasa ingin berbagi informasi terus ada. Dan yang paling penting semoga
saya bisa jadi penyiar yang nggak pernah merasa bosan untuk terus belajar. Gila
ya, impian itu akan terus jadi impian kalau nggak dicoba untuk diwujudkan. Asik, kata penutupnya udah bisa bikin saya
mirip motivator belum ya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar