Agustus -September boleh dibilang bulan yang
paling melelahkan tahun ini, kerjaan di kantor yg menumpuk (memaksa saya untuk
kerja 10-12 jam tiap hari bahkan weekend). Saya jenuh dan bosan sampai taraf
merasa jadi robot dengan rutinitas itu-itu saja. Beruntung kantor saya punya
tradisi untuk libur seminggu ketika sedang ulang tahun. Seminggu itu diisi dengan
kegiatan olahraga & outing yg tidak bersifat wajib. Bagi saya, jeda ini
adalah waktu yg pas untuk liburan. Last minute saya merencanakan liburan ke
Singapore untuk sekedar santai dan coffee shop hop.
Persiapan seminggu mulai dari pesan tiket via
batam yang kebetulan lagi murah, pesan hostel serta browsing tentang coffeeshop
seputar SG. Kebanyakan yang saya catat untuktarget dikunjungi berasal dari blog
LadyIronChef, RubbishEatRubbish, CafeHoppingSG & beberapa review majalah
lokal. Persiapan lain adalah : mulai melatih diri terbiasa memakai aplikasi
Google Maps di iphone, karena kali ini saya berlibur sendirian.
Tiba di SG 26 September 2013 dan langsung
menuju Chinatown, hostel yang saya pilih adalah 5 Footway Inn, dengan
pertimbangan lokasi yang tidak jauh dari stasiun MRT, gampang kemana-mana dan
juga kawasan ini selalu hidup 24 jam. Ini beberapa coffeeshop yang saya kunjungi.
1. 40 Hands (Tiong Bahru)
Tiong Bahru ibisa dibilang lagi jadi
primadona di Sg. Di sepanjang area ini banyak terdapat cafe, tempat makan dan
toko buku, sehingga berkunjung ke sini bisa jadi satu paket lengkap. Sebelum
berburu kopi saya menyempatkan diri untuk membeli beberapa majalah (Kinfolk,
Cereal & Monocle) di Books Actually, toko buku unik dengan pilihan judul
menarik serta menjual pernak pernik vintage.
Setelah menenteng bacaan, barulah saya menuju
40 Hands (Aussie - Style). Saya memesan Cappucino seharga 5 SGD sambil memilih
lokasi di sudut dinding, agar bisa menikmati lalu lintas lalu lalang barista
berinteraksi & beraksi menyajikan secangkir kopi. Rasa kopi disini enak
sekali, pahit dan asam yang seimbang. Sempat saya ingin menambah gula (sedikit)
namun dilarang oleh barista, karena katanya hal itu akan merusak rasa kopi.
Saya tidak mencoba memesan makanan karena masih kenyang. Secara keseluruhan
saya suka tempat ini, sayang karena kurang begitu luas berbanding terbalik
dengan jumlah pengunjung yg banyak berakibat saya kurang bisa berlama-lama
disini.
Selain 40 Hands, sepanjang menyusuri Tiong
Bahru saya menemukan Drips, Orange
Thimble & Tiong Bahru Bakery yang layak dikunjungi, mungkin untuk lain
kali.
2. The Plain (Craig Road)
Dilihat dari Google Maps, lokasi tempat ini
tampak jauh dan berputar-putar jika menggunakan MRT. Ternyata setelah diukur
dengan skala & teliti membaca petunjuk, The Plain hanya 10 menit ditempuh
dengan jalan kaki dari hostel tempat saya menginap. Cuma memang harus jeli
karena tidak ada papan petunjuk nama hanya sebongkah kayu kecil yang dipasang
di pintu masuk.
Cafe ini tidak begitu ramai dan lebih besar
dari 40 Hands. Hal paling berkesan dari tempat ini adalah barista-nya yang
sangat ramah. Sebelum memesan menu mereka menjelaskan kira-kira olahan kopi apa
yg cocok buat saya, lalu cemilan apa yang cocok sebagai peneman kopi. Saya
memesan Coffee Latte (4.5 SGD) dan Scones dengan strawberry jam (3.5 SGD).
Kopinya memang tidak seenak tempat pertama, tapi begitu digabung dengan gigitan
scones, semua terasa pas. Sesaat sebelum pulang lagi-lagi baristanya dengan
ramah bertanya apa ada kurang soal rasa & ajakan untuk berkunjung lagi lain
waktu.
3. Good Morning Nanyang (Telok Ayer)
Selain ingin mencoba kopi modern, saya juga
berniat untuk mencoba sarapan khas ala Singaporean, yaitu Kaya Toast + Half
Boiled Egg dan tentunya kopi. Ada beberapa nama tempat (otentik dan diluar Ya Kun
Kaya Toast) yang ingin saya kunjungi
Tong Ah & Chin Mee Chin , satu diantaranya sedang tutup dan akan pindah ke
lokasi baru, satu diantaranya berlokasi di tempat yg agak susah ditempuh dengan
transportasi umum. Akhirnya saya memilih Good Morning Nanyang yang berada di
Hong Lim Green Community Centre.
Saya memesan satu paket berisi Kopi, Half
Boiled Egg dan Kaya Toast seharga 4.1 SGD. Sejujurnya ini kali pertama saya
mencoba secara utuh, karena biasanya hanya memesan kaya toast, beruntung di
perjalanan menuju tempat ini saya sempat googling tentang bagaimana cara memakan
kaya toast dengan kelengkapan lainnya.
Rasa kopinya sendiri seperti rasa kopi di
toko kopi tionghoa lain di Jakarta maupun kota-kota di Indonesia, tidak begitu
pahit dan sederhana. Kaya toast-nya enak dan ketika di celupkan di telur
setengah matang, lezat.
4. Nylon Coffee Roaster (Everton Park)
Ini dia tempat yang paling saya incar. Pertama
kali lihat profil Nylon di video ini lalu rutin membaca blog postingan kedua
pemiliknya. Saya agak sulit menemukan tempat ini. Biasanya coffeeshop/cafe
berada di pinggir jalan atau minimal di kawasan yang menyediakan tempat parkir
sehingga gampang ditemui. Nylon sendiri berada di kawasan apartemen, satu
hunian yang disulap jadi tempat menikmati kopi.
Saya memesan Iced White seharga 4.5 SGD.
Bagaimana rasanya? Enak dan pas di lidah sampai-sampai saya lupa foto karena
keburu habis. Selain itu juga memang harus buru-buru dihabiskan karena tempat
ini pada dasarnya dirancang untuk takeaway, jadi hanya menyediakan 3 kursi dan
2 meja. Tapi jangan khawatir, mereka punya takeaway cup dengan desain lucu yang
jadi ciri khas.
Di tempat ini saya sempat mengobrol sedikit
dengan pemilik Nylon, Dennis & Jia Min. Saya langsung tahu kalau mereka
benar-benar serius mencintai kopi. Mereka berkeliling dunia untuk mencari biji
kopi terbaik. Baru sekitar 10 menit obrolan berlangsung tempat ini mulai diserbu pengunjung yang datang bergantian. Lucunya
kebanyakan pengunjung datang dari kawasan yang jauh dari everton park, saya
bahkan bertemu 4 orang wisatawan dari Thailand & Hongkong yang tentunya
memilih tempat ini karena penasaran dengan rasa kopi yang mendapat banyak
pujian, padahal Nylon baru berusian 1.5 tahun.
5. Loysel’s Toy (Kampong Bugis).
Hari terakhir saya hanya punya waktu 2 jam
untuk berkunjung ke Loysel’s Toys karena harus mengejar pulang ke Batam. Sempat
agak khawatir kalau tersesat di jalan dan telat. Benar saja, saya tersasar
berputar-putar sampai akhirnya ketemu tempat ini, karena beberapa petunjuk yang
tidak saya temui disebabkan oleh adanya perbaikan ruas jalan di sekitar
Lavender.
Loysel’s Toy sendiri merupakan produk Papa
Palhetta (yang juga segrup dengan Chye Seng Huat Hardware atau CSHH). Jika CSHH
seperti ingin konsisten di jalur kopi, Loysel’s Toy terkenal dengan menu
sarapan yang variatif. Maka dari itu saya memilih Loysel’s Toy karena sekalian
bisa sarapan sebelum kembali ke Batam.
Saya memesan Cappucino seharga 5 SGD dan menu
sarapan (saya lupa nama menu ini, tapi terdiri dari scrambled egg, bacon dan
waffle) seharga 10.5 SGD. Kopinya sendiri enak tapi menurut saya porsi susu
yang digunakan terlalu banyak, sehingga rasa kopi sedikit tenggelam. Saya
justru lebih menikmati menu sarapan yg saya pesan, ketika waffle yang disiram
madu dikonsumsi sekaligus dengan bacon serta scramble egg, sensasi manis dan
gurih yang spesial. Saya kenyang sampai agak sedikt susah jalan menuju Lavender,
padahal dikejar-kejar waktu.
Sebenarnya masih ada beberapa coffee shop
yang ingin saya kunjungi: Oriole, CSHH, Toby Estate, Strangers Reunion dll.
Tapi karena keterbatasan waktu dan saya enggan untuk terlalu terpaku dengan
target, karena target hanya berlaku untuk urusan pekerjaan, untuk liburan kalau
bisa jangan. Kopi terbaik (menurut lidah saya yg kurang mengerti kopi) saya temukan
di Nylon Coffee Roaster, sama seperti kepuasan yang saya dapatkan di 1/15Coffee di Jakarta.
Liburan kali ini sangat spesial bagi saya,
kali pertama traveling solo dan mengandalkan info dari blog dan bertumpu pada
Google Maps. Ya mungkin karena masih Singapore, semua petunjuk gampang ditemui,
transportasi yang punya sistem baik. Liburan kali ini juga yang membuat saya
lebih menghargai ‘kopi’, bukan hanya sebagai minuman tapi juga sebagai sesuatu
yang punya 1001 cerita di balik secangkir gelas. Ya paling tidak gini: “ngapain
sih elo sendirian keliling Singapore susah-susah demi segelas kopi?”. J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar